Ancaman Pencabutan Pulau Komodo dari New7Wonders. Yayasan New7Wonders memiliki alasan atas ancaman pencabutan Komodo selaku finalis tujuh Keajaiban Alam di Dunia. Pemerintah dinilai tidak bertanggung jawab sebagai ‘Tuan Rumah Resmi’.
Menurut keterangan New7Wonders, Indonesia sudah memahami dengan jelas bahwa mereka memiliki kewajiban selaku ‘Tuan Rumah Kegiatan New7Wonders’ sejak 2009.
Pernyataan tersebut bahkan dipamerkan di berbagai media oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar).
Selanjutnya, pada Februari 2010, Kemenbudpar mengundang Direktur New7Wonders untuk hadir di Indonesia sebagai cara berbagi informasi menyukseskan kampanye Komodo.
New7Wonders mengklaim tidak memungut biaya apapun ke Indonesia kecuali biaya penerbangan dan hotel. Selama kunjungan itu, lagi-lagi, Kemenbudpar membuat pernyataan publik yang menginginkan Indonesia menjadi tuan rumah New7Wonders.
Maret 2010, dokumen pendukung lebih lanjut masalah tuan rumah ini telah dikirim oleh New7Wonders ke Kemenbudpar soal detil kewajiban. Di titik ini, mereka percaya revisi pertama dari Kemenbudpar telah dibaca oleh staf presiden, tindakan normal bagi Kemenbudpar untuk mengoreksi dan finalisasi.
April 2010, sebagaimana dirilis yayasan New7Wonder, tidak ada kemajuan (progress) yang signifikan.
Juni 2010, Kemenbudpar mengundang Direktur New7Wonders untuk mengunjungi Jakarta sebagai bagian dari penentuan lokasi spesifik Indonesia selaku tuan rumah. Kemenbudpar sudah mengajak ke Monas, Taman Mini dan Ancol. Sayangnya, lokasi ini ditolak oleh New7Wonders dengan alasan berisik.
Selanjutnya, Direktur New7Wonders bertemu dengan pemimpin eksekutif Konsorsium Swasta 1 (KS1) yang sempat diperkenalkan oleh Kemenbudpar di Februari.
Lalu, New7Wonders meminta KS1 bekerja sama dengan pemerintah dan pihak terkait untuk mengusahakan penyuksesan Jakarta selaku Tuan Rumah.
KS1 sudah menerima informasi spesifik dari New7Wonders soal jumlah investasi yang dibutuhkan untuk menjadi tuan rumah New7Wonders. Karenanya, Konsorsium Swasta 1 mengajak Konsorsium Swasta 2 sebagai rekanan.
Pada intinya, Kemenbudpar sudah memahami dengan jelas pada September 2010, soal dana yang dibutuhkan untuk menjadi Tuan Rumah. Mereka juga memastikan penyelenggaraan di Jakarta. Dalam surat resmi, Kemenbudpar sempat menyatakan akan bekerjasama dekan KS1 dan KS2.
Sayangnya, pada 26 Oktober 2010, memo dari Kementerian Koordinator Perekonomian Indonesia yang diterima oleh Kemenbudpar soal progres investasi tidak ditanggapi kembali oleh Kemenbudpar.
New7Wonders kecewa dengan sikap pemerintah yang terkesan tidak mau menjalankan kewajiban selaku Tuan Rumah Tujuh Keajaiban Dunia.
Akhir Oktober 2010, delegasi resmi New7Wonders termasuk Presiden dan Direktur New7Wonders mengunjungi beberapa lokasi di Jakarta, termasuk Ancol sebagai tempat calon kegiatan Tuan Rumah.
Konsorsium Swasta 1 (KS1) mengundang dan mendorong Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) untuk memimpin persiapan kunjungan delegasi resmi namun tidak ditanggapi dengan tepat waktu.
Akibatnya, KS1 terpaksa mengganti seluruh biaya dan pengkoordinasian yang seharusnya ditanggung oleh Kemenbudpar. Selama kunjungan, pertemuan protokol antara delegasi New7Wonders dan Kemenbudpar, direktur New7Wonders sudah memberikan sinyal positif untuk memberi izin pemilihan Jakarta selaku tuan rumah.
Sebelumnya, Indonesia memang menawarkan diri sebagai Tuan Rumah Acara 7 Keajaiban Dunia. Pada bulan Oktober inilah, syarat kontrak untuk Tuan Rumah New7Wonders di Jakarta berhasil diselesaikan oleh KS1. Pada 11 November 2010, mereka mengumumkan secara resmi.
Namun, November 2010, Kemenbudpar menolak mendukung KS1 atau aktivitas apapun yang menjamin Jakarta atau Indonesia selaku Tuan Rumah New7Wonders. Inilah, sebagaimana dirilis New7Wonder, titik balik sikap plin-plan Kemenbudpar.
Karenanya, KS1 meminta izin penundaan pengumuman Tuan Rumah tersebut dan pihak New7Wonders bersedia menerima penundaan itu. Direktur New7Wonders sempat memberikan dua kali kesempatan untuk membantu berbagai pihak menyelesaikan masalah dengan damai.
Direktur New7Wonders juga setuju dengan Kemenbudpar untuk melakukan pertemuan pada 22 November. Namun, Kemenbudpar dengan sepihak mengatakan bahwa mereka tidak memiliki waktu hingga 6 Desember.
Padahal, 23 November lalu saat Kemenbudpar melakukan kampanye Komodo, Direktur New7Wonders turut hadir meskipun tidak diundang resmi.
New7Wonders mengambil kesimpulan, meskipun pemerintah terus memamerkan dan mempublikasikan ke khalayak bahwa mereka mendukung menjadi Tuan Rumah, pada kenyataannya Kemenbudpar terus menunda dan mencegah proses ini berlangsung.
Desember 2010, karena KS1 tidak mampu menunjukkan kemajuan dan ada penawaran yang menjanjikan dari Konsorsium Swasta 2 (KS2) untuk menyelesaikan masalah, kontrak dengan KS1 dibatalkan dan diganti dengan kontrak ke KS2, dengan perjanjian yang sama.
Kontrak dengan KS2 ditandatangani pada 9 Desember 2010. Selama bulan Desember, Kemenbudpar terus menolak melakukan pertemuan dengan KS2. Ini dianggap sebagai cara lepas tangan oleh New7Wonders.
Namun, tampak bermuka dua, Kemenbudpar memamerkan keuntungan dari hubungan mereka dengan New7Wonder, saat kunjungan multi-departemen yang dipimpin Wapres RI Boediono pada 29 Desember, bahwa Pulau Komodo akan terus dipromosikan sebagai bagian dari promosi 7 Keajaiban Dunia.
Bahkan, 31 Desember, Kemenbudpar mengumumkan bahwa strategi pariwisata Indonesia adalah ikut serta mempromosikan Komodo sebagai 7 Keajaiban Dunia.
Kesenjangan luar biasa antara berapa banyak sikap Kemenbudpar yang seolah menegaskan komitmen mereka menjadi Tuan Rumah Acara 7 Keajaiban Dunia dengan mengeksploitasi nama New7Wonders.
Ini berbanding terbalik dengan sikap konkrit dan substansial pemerintah dalam mendukung konsosrium swasta yang bekerja untuk mengumumkan komodo, secara resmi, dalam 7 Keajaiban Dunia.
Beberapa kali, berdasarkan laporan resmi INILAH.COM, Kemenbudpar menolak pertemuan dengan Konsorsium Swasta 2 membahas Tuan Rumah Acara 7 Keajaiban Dunia.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment