Sinopsis Video Trailer Film Heart 2 Heart. Dalam film ke-12-nya di tahun 2010, Nayato Fio Nuala ingin membuktikan bahwa menjadi remaja di Indonesia sama malangnya dengan membuat film dengan teknologi HDV (high definition video) murahan.
'Heart 2 Heart' bermaksud menguras air mata para penontonnya dengan cinta yang kandas, sakit parah yang tak tersembuhkan, peristiwa tabrak lari, dan keluarga tak berguna yang tak lain dan tak bukan adalah gambaran keluarga kelas menengah Indonesia. Pandu, seorang remaja berumur 16 tahun, secara tak sengaja bertemu Indah di sebuah danau yang indah. Setelah pertemuan tak terencana itu, Pandu dan Indah sering pergi berdua, bersepeda, menyusuri keindahan perkebunan teh di sekitar villa tempat berlibur Indah. Pandu sendiri tinggal bersama orang tuanya di sekitar villa.
Kebersamaan Pandu dan Indah terus terbawa dalam hati masing-masing hingga keduanya berada di Jakarta. Pandu dengan keyakinannya yang agak kekanak-kanakan percaya bahwa apabila jodoh mereka akan bertemu kembali. Seperti yang telah diduga, Indah akhirnya bertemu lagi dengan Pandu. Mereka belajar di sekolah yang sama. Namun tentu saja, selalu ada penghalang di luar kendali mereka. Orangtua Indah telah menjodohkannya dengan seorang cowok kaya, bernama Ramon.
Suatu hari, sebuah kecelakaan merenggut penglihatan dan kemampuan bicara Indah. Marah pada kenyataan dan orangtuanya, ia memilih kembali ke villa tempat keluarganya biasa berlibur. Saat itulah, Pandu kembali muncul. Pandu melepaskan sekolahnya di Jakarta untuk kembali ke desa, menyusul Indah yang menghabiskan kesendiriannya di villa. Pandu tak membiarkan Indah sendiri, meski Indah sempat menolaknya. Bersama-sama, Pandu dan seorang sahabat mencoba mengembalikan keceriaan Indah. Dan, di situlah, di tempat awal mereka bertemu, Indah dan Pandu kembali bersatu. Untuk kemudian perpisah. Lagi.
Sebagaimana hukum tragedi, karakter dalam film-film ini berjuang untuk hanya mengerti bahwa pada akhirnya, hidup tidak memberi banyak pilihan untuk manusia. Banyak hal terjadi di luar kendali remaja-remaja belasan tahun itu. Mengikuti lakunya film-film melodrama percintaan macam ‘Heart’ (2006), ‘Love is Cinta’ (2007) atau ‘Satu Jam Saja’ (2010), film ini tidak mengandalkan banyak peristiwa penting. Malah, segala sesuatu dibuat terlalu berlebihan, mulai dari dialog, musik, setting hingga tata kamera yang --seperti film-film Nayato pada umumnya-- mencoba memainkan fokus/lensa, dengan harapan terlihat surreal.
Hasilnya, film ini tak berbeda dengan film-film Nayato sebelumnya, dan film-film drama kontemporer pada umumnya, yang tidak berangkat dari cerita dan skenario yang kuat, dengan eksekusi dan kualitas produksi yang begitu-begitu saja. Pada banyak bagian, musik, tata suara, tata kamera dan penyutradaraan yang sangat sembarangan sudah sampai pada tahap mengerikan. Bukan hanya penampilan Aliff Alli (sebagai Pandu) dengan wajah tak bersalahnya telah menimbulkan belas kasihan, film ini secara keseluruhan menggambarkan betapa sedih dan kosongnya hati remaja-remaja Indonesia pada 2010 ini.
Dengan pemandangan alam yang begitu permai dan rumah dengan piranti-piranti modern, remaja-remaja ini kehilangan daya untuk berkomunikasi, untuk merasa dekat dengan orang lain. Kekosongan hati para remaja ini serasa begitu lengkap dengan panorama pepohonan yang hampa tanpa makna, institusi keluarga yang munafik, juga kebobrokan sistem yang mengakibatkan peristiwa tabrak lari, perjodohan paksa abad 21, dan penyakit-penyakit macam jantung dan kanker otak yang melanda remaja umur belasan.
Memang benar, remaja-remaja Indonesia zaman sekarang harus lebih galau dari sebelum-sebelumnya. Hidup kadang bisa jadi bencana –terutama di tangan pembuat film yang hanya mempertimbangkan uang.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment